Godaan untuk menjadi manusia berhati jahat sangatlah besar, dan akan makin membesar dari hari ke hari. Apa yang harus kita lakukan adalah menutup pintu bagi masuknya godaan jahat yang terus berseliweran tersebut.
Salah satu cara untuk menutup pintu tersebut adalah dengan bercermin diri, melihat kelakuan kita selama ini. dari situ kita akan terlihat, di sisi mana harus diperbaiki, dan di sisi mana harus ditinggalkan.
Penyakit hati lebih mengganggu dan lebih berbahaya, lebih parah dan lebih buruk dari penyakit-penyakit tubuh, ditinjau dari berbagai segi dan arah. Yang paling merugikan dan paling besar bahayanya ialah karena penyakit hati mendatangkan mudharat atas seseorang dalam agamanya, yaitu modal kebahagiaanya di dunia dan akhirat, dan bermudhrat bagi akhiratnya yaitu tempat kediaman yang baka, kekal dan abadi.
Penyakit-penyakit hati tidak terjangkau secara indrawi dan tidak menimbulkan rasa sakit, sulit diketahui dan ditemukan. Perhatian kepada penyakit hati sangatlah sedikit dan upaya pengobatannya pun lemah, imam al-Gazhali menyebutkan “Penyakit hati itu laksana penyakit sopak (belang) di wajah seseorang yang tidak memiliki cermin. Jika ia diberitahu orang lain pun, mungkin ia tak mempercayainya.”
Seorang psikolog muslim, Dr. hasan Muhammad asy-Syarqowi, menulis dalam bukunya Nahwa Ilmu Nafsi Islami, tentang macam-macam penyakit hatiantara lain:
1. Riya
Riya adalah suatu prilaku atau tindakan untuk membanggakan kebolehan, kekayaan dan keunggulan dirinya. Prilaku yang demikian itu dapat dianggap sebagai tindakan untuk menutupi kelemahan atau kekurangan diri. Orang yang berpenyakit riya mempunyai gejala (tanda) di antaranya: menutupi kekurangannya dengan kepalsuan, kehilangan keindahan dan kebenaran, berdusta, munafik dan menipu (hatinya tertutup terhadap kebenaran atau telah jatuh kepada syirik tipuan), penipu dan tertipu (menipu orang lain dan menipu dirinya sendiri). Penyakit riya hampir sama dengan penyakit narcistic yaitu mencintai dirinya tidak mau bekerja, kecuali untuk kepentingan dirinya yang terpuruk karena rasa rendah diri dan ketidakmampuan tampil percaya diri.
Orang yang riya itu sangatlah merugi. Selain dianggap sudah menyekutukan Allah diapun tidak akan mendapat pahala atas apa yang telah dia lakukan karena riya telah menghanguskan amal yang telah diperbuat. Sebagaimana firman Allah:
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya Karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, Kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (Tidak bertanah). mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.”
2. Marah tidak terkendali
Marah adalah sesuatu yang wajar apabila ada sebab dan alasannya. Marah yang tercela adalah marah yang tidak pada tempatnya dan marah yang lebih besar dari yang seharusnya.
Orang yang dikuasai oleh amarah maka kemampuan berpikirnya akann rusak, sehingga tidak bisa berpikir secara jernih. Dengan amarah yang meluap inilah bersumber banyak perkataan dan perbuatan yang mengandung permusuhan. Apabila dibiarkan beralarut, maka penyesalanlah yang akan datang menghampiri di saat amarah itu mereda.
Dalam menyikapi amarah, Imam al_gazhali berkata dalam Wiqayatul Ihsan “Pada saat amarah seseorang mencuat, maka aliran darah yang ada pada hati akan mengalir deras menuju otak hingga menguasai semua pikiran dan bahkan menguasai sumber kebaikan. Maka, gelaplah matanya hingga ia tidak bisa melihat dengan jernih dan dunia seolah diliputi dengan banyak rahasianya. Pada saat itulah, otaknya bagaikan gua yang menyebarkan api hingga hitamlah suasananya dan asap menyelubungi semua sisinya. Sehingga bisa dikatakan bahwa api amarah akan mampu membinasakan hati dan emmbunuh eksistensi individu tersebut dengan tanpa disadarinya.”
Setiap kali amarah mencuat, maka pada saat itulah setan mulai beraksi. Dengan demikian maka seyogyanya bagi setiap muslim yang berakal untuk mengalahkan setan, menahan amarahnya dan memahami kondisi yang sebenarnya. Kekuatan yang sejati adalah apabila seseorang mampu mengendalikan dirinya di saat marah dengan tidak mengatakan hal yang buruk atupun tercela serta menahan amarahnya dengan baik, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
لَيْسَ الشَّدِيْدُ بِالصُّرَعَةِ وَلَكِنَّ الشَّدِيْدَ الَّذِي يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الغَضَبِ
“Sesungguhnya kekuatan itu tidak ditunjukkan dengan kekasaran, namun kekuatan itu dimilki oleh seseorang yang dapat menahan dirinya di saat ia sedang marah.”(Muttafaq alih)
3. Buruk sangka
Buruk sangka adalah sifat yang curiga atau menyangka orang lain berbuat buruk tanpa disertai bukti yag jelas.
4. Was-was (obsesi)
Was-was adalah semacam gangguan perasaan atau pikiran dimana orang yang dikuasai oleh perasaan, pikiran atau pendapat tertentu dan tidak dapat melepaskan diri dari perasaan atau pikiran tersebut. Karena ia yakin akan hal tersebut tetapi ia tidak dapat membuktikannya. Penyakit itu semakin lama semakin meningkat atau berkembang. Pada umumnya para pakar psikologi berpendapat bahwa gejala was-was, merupakan salah satu macam dari penyakit kompulsi (compulsions). Penyakit was-was bermula dari lupa akan kebenaran, kemudian didorong atau dipengaruhi oleh setan sampai orang tersebut tersesat melakukan perbuatan salah. Karena itu orang beriman harus waspada terhadap usaha-usaha setan untuk masuk menggoda manusia. Terdapat 10 pintu bagi setan untuk masuk menggoda manusia (masuk ke hati manusia) yaitu: ingin tahu dan buruk sangka, kehidupan duniawi, santai dan bersenang-senang, ujub dan terpedaya, memandang enteng orang lain, dengki dan dendam, riya, kikir, sombong, tamak.
Di antara hal-hal yang mudharat bagi manusia ketika beribadah kepada Allah was-was di dalam hati, banyaknya pikiran-pikiran yang melintas serta bisikan-bisikan hati tentang segala sesuatu yang telah lalu maupun yang akan datang.
5. Tamak
Tamak (loba dan rakus), terjadi pada orang yang cenderung mengikuti hawa nafsu yang tidak pernah puas.
“Sesungguhnya setiap bangsa itu mempunyai bencana (fitnah) dan bencana umatku adalah harta”. Demikian sabda rasul, yang diriwayatkan Tirmizdi. Bukan cara mengumpulkannya yang berdasarkan syari’at tetapi lantaran kecintaan dan kearakusan terhadap harta dan hanya memikirkan kekayaan untuk diri sendiri.
6. Sombong
Sombong adalah merasa tinggi atas manusia lainnya dan meremehkan mereka. Ia adalah satu emosi yang dibenci dan merupakan satu prilaku buruk yang dicela Allah, Allah berfirman:
Negeri akhirat itu, kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa.
Rasulullah sangat mencela orang yang sombong dan melarang umatnya untuk bersikap sombong serta mengancam orang-orang yang sombong dengan hukuman yang berat, sebagaimana diriwayatkan dari Abdullah bin Mas’ud bahwa rasulullah SAW bersabda:
لاَ يَدْخُلُ الجَنَّةَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْـقَالَ ذَرَّةٍ مِنْ كِبْرٍ قَالَ رَجُلٌ إِنَّ الرَجُلَ يُحِبُّ أَنْ يَكُوْنَ ثَوْبُهُ حَسَنًا وَنَعْلُهُ حَسَنَةً قَالَ إِنَّ اللهَ جَمِيْلٌ يُحِبُّ الجَمَالَ الكِبْرُ بَطَرُ الحَقِّ وَغَمْطُ النَّاسِ
Artinya:
“Tidak akan masuk surga orang yang memiliki sebiji dzahrah kesombongan di hatinya.” Lalu berkatalah seorang lelaki, “sesungguhnya seseorang sangat suka untuk mengenakan pakaian yang baik.” Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Allah itu sangat baik dan mencintai semua kebaikan. Sesungguhnya kesombongan adalah satu bentuk akan penyimpangan kebenaran dann akan membuatnya memandang remeh pada manusia lainnya.” (HR. Muslim).
Prilaku Rasulullah SAW sangat jauh dari kategori sombong. Prilaku inilah yang akhirnya dicontoh oleh para sahabatnya dan akhirnya mereka menjadi orang yang paling banyak rendah hatinya serta jauh dari sifat sombong dan membangga-banggakan diri.
Tanda-tanda kesombongan:
a. Menolak kebenaran ketika orang lain memberitahukan kesalahannya dan tidak akan kembali kepada kebenaran ataupun menrimanya.
b. Meremehkan manusia lainnya dan menghinanya serta merasa bahwa ia lebih tinggi dari mereka semua. Kesombongan tidak akan mungkin dilepaskan dari diri seseorang kecuali dengan rendah hati.
Tingkatan sombong
Pertama: Sombong kepada manusia sekitarnya dengan harta dan kedudukannya di masyarakat.
Kedua: Sombong dengan hartanya yang melimpah, yang semua ini justru menunjukkan suatu kebodohan pemiliknya. Contoh yang mewakili tingkatan ini adalah Qarun yang Allah sebutkan kisahnya pada akhir
Ketiga: Sombong dengan kekuatan dan kesehatan. Orang ini lupa bahwa kekuatan bukanlah ukuran bagi adanya kemuliaan di antara manusia. Sesungguhnya yang memberinya kekuatan mampu mengambil kembali kekuatan tersebut dengan hanya sekejap mata.
Keempat: Sombong dengan ilmunya. Orang inilah yang lebih pantas disebut sebagai orang yang bodoh. Karena ilmu yang tidak membuat pemiliknya makin rendah hati dan menambah kekuatan kepada Allah, maka ilmu tersebut bukanlah ilmu yang bermanfaat. Suatu ilmu pada lisan akan menjadi bukti keberadaan Allah melalui penciptaan-Nya, dan ilmu pada hati akan menumbuhkan ketakutan kepada-Nya.
7. Dendam
Dendam adalah marah, kecewa atau sakit hati yang disimpan lama terhadap orang lain. Dendam adalah buah dari hati yang merasa terluka, merasa teraniaya, merasa haknya diambil. Makin kuat kedendaman seseorang, makin besar kemungkinan seseoarang untuk marah, dengki, dan tidak suka melihat orang lain mendapat nikmat dan suka melihat orang lain sengsara. Makin membara dendam, maka dia akan mencari segala upaya untuk mencemarkan, mencoreng, bahkan kalau bisa mencelakakan dan bisa jadi memilih mebayar orang lain untuk membunuhnya.
8. Dengki
Dengki adalah tidak senang atas keberhasilan, kenikmatan atau keuntungan yang dicapai oleh orang lain.
Kedengkian ada dua macam
Pertama, kedengkian yang sangat tercela secar syar’I yaitu kebencian seseorang melihat nikmat yang diberikan kepada orang lain dan berharap agar nikmat itu hilang darinya.
Kedua, kedengkian yang dikenal dengan sebutan ghibthah yaitu harapan seseorang untuk memilki nikmat yang dibrikan kepada orang lain tanpa berharap agar nikmat itu hilang darinya. Hal ini bukanlah termasuk dalam kategori iri dan dengki yang tercela, sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa rasulullah bersabda:
عَـنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لاَ حَسَدَ إِلاَّ فِي اثْنَتَـيْنِ رَجُلٌ اَتَاهُ اللهُ القُرْانَ فَهُـوَ يَتْلُوهُ اَنَاءَ اللَّـيْلِ وَاَنَاءَ النَّهَارِ وَرَجُلٌ اَتَاهُ اللهُ مَالاً فَهُوَ يُنْفِقُهُ اَنَاءَ اللَّيْلِ وَاَنَاءَ النَّهَارِ
Artinya:
“Janganlah kalian iri akan suatu hal apapun kecuali atas dua hal: atas orang yang diberikan padanya Al-Qur’an dan ia membaca, memahami dan mengaplikasikannya, baik malam dan siang hari; dan juga atas orang yang diberikan kepadanya harta dan ia menginfakkannya, baik malam maupun siang hari.” (Muttafaq alaih)
Rasa iri dan dengki layaknya rasa cemburu. Ia mampu memunculkan rasa kebencian yang membuatnya berharap agar terjadi sesuatu yang tidak diinginkan atas orang yang telah membuatnya iri. Selain itu, kedengkian ini pun mampu menumbuhkan rasa permusuhan. Karenanyalah, Allah selalu memerintahkan kita untuk berlindung dari segala bentuk kedengkian dan juga dari kejahatan yang dihasilkan darinya. Sebagaimana firman Allah:
Dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki."
Menurut KH Abdullah Gimnastiar ciri-ciri orang yang dengki adalah sebagai berikut:
- Senang melihat orang lain susah dan susah melihat orang lain senang.
- Adanya keengganan dari seorang pendengki untuk melihat/bertemu dari orang yang didengkinya.
- Raut muka pendengki lebih banyak masamnya dari manisnya dan tutur katanya lebih banyak menghina, mencela dan menjatuhkan.
Obat penyakit hati:
Dalam pengobatan penyakit hati, rasulullah SAW telah menunjukkan pengobatan yang tidak terlintas di otak para pembesar kedokteran di mana ilmu, percobaan, dan prediksi mereka belum terarah kepada pengobatan tersebut. Rasulullah menawarkan pengobatan dengan obat-obatan hati dan rohani. Obat yang menambah kekuatan hati dan ketetapannya kepada Allah dengan selalu bertawakal kepada-Nya, meminta perlindungan-Nya, tunduk kepada-Nya, bersedekah, berdoa, bertaubat, memohon ampun, berbuat baik kepada kepada semua makhluk, enolong yang teraniaya dan juga menghilangkan kesedihan orang yang berduka.
Hati yang kuat adalah hati yang gembira dengan kedekatannya dengan Tuhannya. Ia akan selalu senang dengan mengingat-Nya dengan menyerahkan semua kekuatannya hanya untuk mencapai keridhaannya. Ia akan selalu meminta pertolongan kepada-Nya, bertawakal hanya untuk-Nya, dan inilah hakikat obat yang manjur. Obat yang memberikannya kekuatan dalam menangkal penyakit denagn kalimat pengingat kepada Allah.
Dalam kitab kifayatul Atqia’ wa Minhajul Asyfia’ (kelengkapan Orang Takwa dan Jalan Orang Suci), karangan Syekh Muhammad Syatha ad-Dimyathi bahwa obat hati adalah: Membaca al-Qur’an berikut maknanya, Shalat malam, Zikir, Mengosongkan perut yakni berpuasa, Bergaul dengan orang Shalih.